Sabtu, 07 Januari 2012

Episode 1 - Eldewein -- I


Burung- burung mulai menyanyi dan menari. Matahari terbangun dari tidurnya dan menyinari setiap sudut Eldewein. Anak-anak muda telah siap untuk berangkat menuju perguruannya masing-masing. Kesibukan kota ini benar-benar membuatku terjaga dan terbangun dari mimpi buruk yang baru saja terjadi. Aku merasa sangat tidak nyaman dipenuhi oleh keringat yang membasahi tubuhku ini. Ini merupakan kali ke dua dalam minggu ini aku mengalami mimpi buruk yang serupa. Sejak kepergianku setahun silam meninggalkan Tummerfall, aku memang seringkali mengalami mimpi-mimpi buruk mengenai pembantaian di desa kelahiranku tersebut, juga mengenai ayah dan kakakku.

Aku segera membuka bajuku yang dipenuhi oleh keringat lalu mencuci muka melalui air yang ditampung di sebuah bak yang terdapat di kamar mandi tepat disebelah kamarku. Kejadian di Tummerfall masih terus mengiangi pikiranku. Aku terus berusaha mempercayai bahwa ayah dan Getto pasti masih menungguku di suatu tempat, suatu saat pasti kita akan bertemu kembali.

Setelah memakai kaos dan mantel tebalku, aku segera keluar dari Panville, tempat yang memang disediakan oleh pemerintah kota sebagai tempat tinggal para pekerja rendah sepertiku, dan berjalan menyisiri kota menikmati dingin di pagi hari ini. Eldewein berada di bagian atas Aldae, sehingga memiliki iklim yang lebih dingin. Kemapaman serta pola pendidikan yang lebih tinggi pun membuat kota ini bergerak lebih cepat dari Tummerfall dan kebanyakan daerah di bagian Barat Aldae. Bahkan mereka memiliki beberapa alat yang belum pernah kulihat. Semenjak aku pindah ke sini, aku bekerja di industri tekstil milik Penetro Helevas, The Helevas’ . Di sana terdapat sebuah alat yang dapat membantu pembuatan tekstil dengan bahan sangat tebal atau kaku, seperti bahan-bahan dari kulit rusa pegunungan Belvine atau kulit kepala badak bercula tiga Melden. Tentu saja aku tidak pernah melihat alat seperti ini sebelumnya di Tummerfall.

Hari Minggu merupakan hari libur yang diberikan oleh Helevas kepada pegawainya, sehingga aku pun bisa bebas melakukan apa saja yang aku mau. Melewati jalan kota yang berbatuan, aku terus berjalan menuju Utara melewati kedai roti Simpras Amoer dan Pasar Kota Eldewein. Di akhir minggu seperti ini, pasar kota memang selalu disesaki oleh para konsumen, bahkan tak jarang para pendatang pun ikut meramaikan untuk melakukan jual beli terhadap sesama mereka maupun para penduduk kota. Falkie dan Torre, yang merupakan tetangga sebelah kamarku terlihat sangat sibuk melayani para konsumen yang saling berdesak-desakkan untuk mendapatkan perhiasan-perhiasan buatan mereka yang terbatas. Untuk hari Minggu, bahkan mereka selalu menyediakan sebuah perhiasan mahal untuk dilelang, yang memang secara khusus mereka buat. Saat aku melewati tempat dagangan mereka, mereka tersenyum dan berkata hampir bersamaan,

“Hai Len, bagaimana kalau nanti malam kita berkunjung ke tempat Dowey ?”

“Haha, sepertinya kalian berdua sedang mendapatkan untung banyak nih.”, jawabku. “Untuk nanti malam aku akan memberi kabar lagi kalau aku bisa, okay ?”

“Ayolah, kau tidak mungkin memiliki kesibukan di hari minggu, apa yang akan kau lakukan ?”, sambung Falkie dengan raut muka kecewa khasnya, alis dinaikkan dan mulut yang tidak dapat menutup.

“Selalu ada sesuatu yang tidak tertuga.”, jawabku sedikit lalu meninggalkan mereka dan berjalan menuju Bar of Housebrew yang terdapat di sebelah kiri pasar.

Ruangan di dalam bar memang terasa hangat tidak seperti di luar, mungkin karena pengaruh penghangat tua yang berada di tengah-tengah ruangan, sebuah tungku besar yang ditutupi oleh penutup besar berbentuk setengah oval yang terbuat dari besi dengan beberapa lobang di bagian tengahnya. Kondisi di dalam bar sepertinya berbeda dengan keadaan pasar sebelumnya, meski hari Minggu kerap dikunjungi oleh pengunjung, tetapi hari ini terlihat cukup sepi. Selain aku, hanya terdapat Berde Housebrew, sang pemilik, para pegawainya, Norman, Auldie, dan Benedith, Herman Screwberk dan Jensee Polkee, para ksatria, seorang pedagang tua, dan seseorang dengan jubah coklatnya.

Aku segera meghampiri Auldie dan duduk di kursi tinggi bar yang kosong. Aku meminta sebuah Palmen Beer untuk menghangatkan dinginnya hari ini. Auldie terlihat seperti biasanya, memakai baju terusan selutut yang tipis lalu dilapisi kembali dengan celemek pink khasnya, serta dengan rambut digerai seadanya. Lalu ia membawakan sebuah gelas dan sebotol Palmen Beer kepadaku.

“Ada berita apa hari ini ? Tidak biasanya bar sesepi ini.”, ucapku memulai pembicaraan sambil menuangkan Palmen Beer ke gelas dan menenggaknya sekali.

“Tidak ada masalah, hanya ketidakberuntungan semata. Aku malah mendengar gosip dari perguruan Aldwein. Apakah kamu sudah mendengar mengenai pertengkaran antara Taum dan Balas Screwberk, ehem….”, dia mengecilkan sedikit suaranya lalu melanjutkan. “Bahkan kedua orang itu sedang membicarakan hal ini sekarang.”, ucapnya sambil melirik ke arah Herman dan Jensee.

“Apakah ada masalah di Aldwein ?”

“Hmm sepertinya ada yang belum tahu. Sejak dikirim dari Perguruan Pusat Raftheim, Taum tidak pernah memiliki hubungan yang baik dengan Keluarga Screwberk. Dan kau tahu Keluarga Screwberk memiliki pengaruh yang besar di dalam perguruan. Tetapi masalahnya Taum merupakan utusan dari perguruan pusat, jadi mereka tidak dapat melakukan apapun.”

“Tentu saja, itu sudah menjadi berita umum di antara para penduduk. Tapi jika sampai ada pertengkaran berarti ada yang berbeda sekarang.”

“Ya, diduga Taum mulai berani melakukan perubahan di dalam peraturan. Bagi dia salah satu alasan kenapa para ksatria Eldewein lemah adalah karena mereka tidak mendapatkan tempaan mental yang sesuai sejak mereka masih di perguruan.”, ucapnya sambil kembali melirik ke arah Herman dan Jesse, takut pembicaraan kita terdengar oleh mereka. “Tapi kamu tahu, yang terakhir melakukan perubahan peraturan adalah Vender Screwberk, dan itu terjadi kurang lebih 70 tahun yang lalu.”

“Oh, jadi wajar kalau Keluarga Screwberk tidak suka dengan apa yang dilakukan Taum. Wah sepertinya kamu sungguh tahu banyak ya, Auld.”

“Tentu saja, semua berita dapat kamu temukan di tempat ini, semua orang datang ke bar dan telingaku selalu terbuka untuk mendengar.”, sambungnya dengan tertawa kecil. ”Lalu bagaimana kabar mengenai kulit-kulit rusa Belvine-mu ?”

Aku terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba dia ajukan,”Wow, bahkan kamu tahu mengenai hal itu, di luar the Helevas’ seharusnya tidak seorang pun tahu. Well, bagaimanapun kulit-kulit itu tidak akan dijual secara bebas, mereka sudah dibeli secara khusus oleh instansi pertahanan kota, The Yarld untuk pembentukan pasukan khusus.”

“Pasukan khusus ? Wah tak dapat kubayangkan berapa banyak goldens yang akan kalian dapat. Tapi itu bukan urusanku, silakan menikmati minumanmu kembali.”, ucapnya seraya meninggalkanku menuju pengunjung yang baru saja datang.

Satu gelas terakhir langsung kuhabiskan. Palmen Beer benar-benar telah menghangatkan tubuhku. Saat aku sedang melihat sekitar, aku baru menyadari kalau sejak tadi telah terjadi percekcokan antara Herman dengan orang berjubah tersebut. Herman sepertinya sudah tidak dapat mengontrol dirinya setelah minum begitu banyak, ia terus mengumpat orang itu dengan kasar,

“Hai jawablah! Apa yang kau lakukan di sini, tak perlu aku mengulang terus kata-kataku!”

Orang itu bahkan tidak mengindahkan Herman sama sekali. Dia terus menikmati dua buah pie yang ada di mejanya. Dan sepertinya Herman sudah benar-benar kehilangan kesadarannya, ia memukul meja dan menghempaskan sepiring pie tersebut ke lantai.

“Kau kira aku main-main, Hah !”, umpatnya kembali.

Sebelum segala sesuatu semakin tak terkendali, Jensee yang sepertinya masih sadar segera menarik Herman mundur dan membawanya keluar dari bar.

“Masukkan ke daftar bayarku, nanti malam akan kubayar.”, teriak Jensee kepada Berde seraya menyeret Herman meninggalkan bar.

Sungguh pemandangan yang mengejutkan, semua orang memperhatikan kejadian tersebut. Beruntung Jensee masih sadar, kalau tidak, mungkin tidak ada yang dapat melerai kejadian itu. Untuk menenangkan orang berjubah tersebut, aku segera menghampirinya.

“Wah, sungguh tidak perlu kau pikirkan kejadian tadi.”, ucapku mendinginkan suasana yang baru saja terjadi. “Jangan bosan untuk datang ke Eldewein. Dan ngomong-ngomong sedang apa kau di kota ini kalau aku boleh tahu?”

Dia melirikku sedikit, lalu menjawab,” Apakah semua orang di Eldewein begitu pedulinya dengan urusan orang lain?”

“Oh bukan begitu maksudku, hmm… tentu saja kau tidak perlu menjawabnya kalu tidak mau.”

Suasana langsung hening di antara kami sebelum akhirnya ia memecahkannya dengan berkata terlebih dulu,

“Sesaat tadi aku mendengar percakapan kau dengan pelayan bar di sana.”, ucapnya sambil melirik ke arah meja bar di mana aku duduk tadi. “Apakah kamu sungguh memiliki kulit rusa Belvine?”

Sekali lagi aku terkejut. “Ti, tidak. Hmm… maksudku ya, kami punya, tapi bukan untuk dijual, maksudku kulit-kulit itu sudah habis terjual sebenarnya.”, jawabku dengan terbata-bata akibat kaget oleh pertanyaannya tersebut.

 “Hmm sungguh kau tidak dapat mengusahakan satu lembar kulit saja untukku? Kurasa 1000 goldens cukup, bukankah begitu?”

Untuk kesekian kalinya aku terkejut. 1000 goldens? Sungguh? Bahkan The Yarld membayar setiap lembarnya hanya dengan 600 goldens, tapi ia menawarkan hampir dua kali lipatnya.

“Bagaimana kalau 1500 goldens?”, tawarnya tiba-tiba saat aku terdiam di dalam kebingunganku.

Mulutku bahkan tidak dapat tertutup kini akibat ucapannya itu. “Te, tentu saja itu… merupakan tawaran yang sangat baik, tapi…”

“Hanya kita berdua yang tahu. Tak ada orang yang akan menyadari saat hanya kehilangan satu lembar.”

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya sambil memegang kepalaku. “Baik aku terima tawaranmu.” Kini aku benar-benar merasa bersalah dengan The Helevas’. “Tapi minimal aku harus tahu dengan siapa aku bertransaksi, karena itu cara kerjaku.”

“Qevara. Kita bertemu besok pagi pukul 06.00 di depan penginapan Oprette. Satu lembar dan kamu akan mendapatkan 1500 goldens, deal ?”

“Baik, jam 6 pagi.” Aku kembali menarik nafas sangat panjang, lalu berdiri meninggalkannya dan keluar dari Bar of Housebrew.

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang baru saja kulakukan. Kalau Penetro sampai tahu, pasti aku akan benar-benar mati. Dengan penuh perasaan bersalah aku berjalan menuju Kuil Delvine dimana Joanna tinggal. Beda denganku yang semenjak singgah di Eldewein bekerja di The Helevas, Joanna memilih untuk mengabdikan dirinya di Kuil Delvine. Ia lebih memilih untuk melakukan kerja sosial untuk menyembuhkan orang yang terluka maupun melakukan doa perlindungan terhadap dewi kasih saying, Delvine untuk melindungi para penduduk kota. Kuil Delvine berada tepat diujung pertigaan pasar kota, sehingga aku tinggal berjalan lurus dari bar. Perlahan tapi pasti dan penuh dengan rasa bersalah aku sampai di depan pintu kayu besar kuil.

Setelah masuk dengan sangat pelan, aku langsung melihat Joanna, yang terlihat cantik dengan gaun putih panjangnya dan rambut pirangnya yang diikat, sedang berdiri menemani Ibu Ledean Threna yang sedang berlutut dan berdoa menghadap patung besar Delvine. Aku menunggu sebentar hingga mereka selesai berdoa. Lalu aku berbisik memanggil Joanna dari belakang, karena tidak ingin mengganggu ketenangan kuil. Joanna menengok ke arahku, lalu tersenyum dengan manisnya dan meminta izin kepada Ibu Ledean untuk menghampiriku. Sambil tersenyum ke arahku, Ibu Ledean tentu saja mengizinkannya menemuiku, sebelum kemudian dia pergi menuju ruangan di sebelah kiri patung.

Sambil berjalan dengan anggunnya ke arahku, dia bertanya dengan suara halusnya,” Bagaimana kabar kamu hari ini? Sepertinya kamu sedang ada masalah.”

Aku tertawa kecil. Bagaimana dia dapat membaca pikiranku? Tapi aku tidak ingin ia tahu apa yang sedang aku lakukan sekarang, karena ia pasti tidak akan setuju. “Aku hanya terlalu banyak minum tadi di bar. Tidak perlu kamu pikirkan.”

Lalu ia duduk di sebuah kursi kayu di antara dua lemari buku di sebelah kanan pintu.

“Sini Len.”, panggilnya dan memintaku untuk duduk di lantai di depan ia duduk. Setelah aku duduk sambil menyenderkan diri di kedua kakinya, ia memulai memijat kepalaku dengan sangat lembut. Oh sungguh enak rasanya, rasanya semua pikiran yang ada di kepalaku benar-benar lepas untuk sesaat. Kemudia ia berkata,” Kamu tidak perlu memberitahunya sekarang kok kalau kamu memang tidak mau.”

Aku tidak dapat melihat mukanya tapi aku tahu kalau ia tersenyum. Lalu aku memegang kedua tangannya yang sedang memijitku, kemudian aku taruh di atas pundakku dan kutarik tubuhnya memelukku dari belakang. “Aku pasti akan memberitahumu, pasti.”, ucapku pelan.

“Aku selalu percaya kamu kok, jadi kamu tidak perlu merasa bersalah kok padaku.”, jawabnya lembut seraya mengencangkan pelukannya dari belakang sambil menyenderkan kepalanya di bagian belakang kepalaku.

Tentu saja aku akan selalu merasa bersalah setiap kali aku menyembunyikan sesuatu darinya. Ia selalu berusaha untuk membuatku merasa tidak bersalah, dan tentu saja itu hanya akan membuatku semakin bersalah kepadanya. Tetapi setiap hal itu terjadi, aku selalu dibuat lega olehnya dan tidak ingin pergi jauh darinya.

Ia kembali melakukan pijitan di kepalaku, berusaha menghilangkan seluruh rasa lelah dan penat yang kurasakan. Rasa nyaman yang ia berikan tak terasa membuatku tertidur. Sambil tersenyum, ia tetap melanjutkan pijitannya di kepalaku meski tahu aku telah tertidur bersender di kedua kaki putihnya yang halus.                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar